Semua yang saia tulis adalah apa yang ada di dalam pikiran saia . . . menulis adalah luapan emosi saia, pelampiasan marah saia, dan penyegar bagi otak saia . . .
cari saja
home
WeLLcOme To My MiNd
BuKa.... LiHaT....BaCa.....
Minggu, 30 Oktober 2011
Berbahasa Santun
A. Santun Berbahasa
Dalam buku Berbahasa Secara Santun (Pranowo: 2009) dibahasa mengenai kesantunan dalam berbahasa. Struktur bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh penutur atau penulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca. Bahasa yang benar adalah bahasa yang dipakai sesuai dengan kaidah yang berlaku. Seseorang sedang berkomunikasi dalam situasi tidak resmi, mereka menggunakan kaidah bahasa tidak resmi. Ketika seseorang sedang menulis karya ilmiah untuk makalah, skripsi, tesis, atau disertasi mereka menggunakan kaidah bahasa baku. Jika penulis sedang memerankan tokoh pejabat, maka bahasa yang digunakan adalah kaidah bahasa resmi.
Masih ada satu kaidah lagi yang perlu diperhatikan yaitu kesantunan. Ketika seseorang sedang berkomunikasi, hendaknya disampaikan baik dan benar juga santun. Kaidah kesantunan dipakai dalam setiap tindak bahasa. Agar pemakaian bahasa terasa semakin santu, penutur dapat berbahasa menggunakan bentuk-bentuk tertentu yang dapat dirasa sebagai bahasa santun, seperti:
1. Menggunakan tuturan tidak langsung biasanya terasa lebih santun jika dibandingkan dengan tuturan yang diungkapkan secara langsung.
2. Pemakaian bahasa dengan kata-kata kias terasa lebih santun dibandingkan dengan pemakaian bahasa dengan kata-kata ligas.
3. Ungkapan memakai gaya bahasa penghalus terasa lebih santun dibandingkan dengan ungkapan biasa.
4. Tuturan yang dikatakan berbeda dengan yang dimaksud biasanya tuturan lebih santun
5. Tuturan yang dikatakan secara implisit biasanya lebih santun dibandingkan dengan tuturan yang dikatakan secara eksplisit.
Terlepasa dari tuturan santun dan tidak santun, keduanya adalah tindakan komunikasi. Dalam setiap tindakan komunikasi dapat gagal dan dapat berhasil mencapai tujuan. Gagalnya komunikasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1. Mitra tutur tidak memiliki informasi lama mengenai pokok masalahyang dibicarakan.
2. Mitra tutur tidak tertarik dengan informasi penutur.
3. Mitra tutur tidak berkenan dengan cara yang digunakan untuk menyampaikan informasi penutur.
4. Apa yang diinginkan oleh penutur tidak dimiliki oleh mitra tutur.
5. Mitra tutur tidak memahami pesan yang dimaksud oleh penutur.
6. penutur terkendala kode etik dalam bertutur.
Sebaliknya,komunikasi akan berhasil apabila didukung oleh beberapa faktor, seperti:
1. Ada kesepahaman topik yang dibicarakan antara penutur dengan mitra tutur.
2. Ada kesepahaman bahasa yang digunakan oleh penutur kepada mitra tutur.
3. Mitra tutur tertarik dengan pesan yang disampaikan oleh penutur.
4. Penutur dan mitra tutur sama-sama dalam konteks dan situasi yang sama.
5. Praanggapan penutur terhadap mitra tutur benar.
6. Penutur mahir memanfaatkan daya bahasa yang menjadikan komunikasi lebih efektif.
a. Alasan Berbahasa secara Santun
Bahasa merupakan alat komunikasi, berkomunikasi merupakan interaksi antara penutur dengan mitra tutur. Ada tiga hal penting ketika penutur berinteraksi dengan mitra tutur. Pertama, mitra tutur diharapkan dapat memahami maksud yang disampaikan oleh penutur. Kedua, setelah mitra tutur memahami maksud penutur, mitra tutur akan mencari aspek tuturan yang lain. Ketiga, tuturan penutur kadang-kadang juga disimak oleh orang lain (orang ketiga) yang sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan komunikasi antar penutur dengan mitra tutur.
Berbahasa dan berprilaku santun merupakan kebutuhan setiap orang, bukan sekedar kewajiban. Seseorang berbahasa dan berprilaku santun sebenarnya lebih dimaksudkan sebagai wujud aktualisasi diri. Setiap orang harus menjaga kehormatan dan martabat diri sendiri. Hal ini dimaksudkan agar orang lain juga mau menghargainya. Inilah hakikat berbahasa secara santun.
b. Cara Berbahasa Santun
Santun tidaknya pemakaian bahasa dapat dilihat setidaknya dari dua hal, yaitu pilihan kata (diksi) dan gaya bahasa. Pilihan kata yang dimaksud adalah ketepatan pemakaian kata untuk mengungkapkan makna dan maksud dalam konteks tertentu sehingga menimbulkan efek tertentu pada pada mitra tutur. Setiap kata, di samping memiliki makna tertentu juga memiliki daya (kekuatan) tertentu.
Kesanggupan menggunakan gaya bahasa seorang penutur dapat terlihat tingkat kesantunannya dalam berkomunikasi. Ada beberapa gaya bahasa yang dapat digunakan untuk melihat santun tidaknya pemakaian bahasa dalam bertutur yaitu:
1. Majas Hiperbola
Yaitu salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang memperbandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain secara berlebihan.
2. Majas Perumpamaan
Yaitu salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua hal yang berlainan, tetapi dianggap sama.
3. Majas Metafora
Yaitu salah satu jenis gaya bahasa perbandingan maupun menambah daya bahasa tuturan.
4. Majas Eufemisme
Yaitu salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua hal dengan menggunakan pembanding yang lebih halus.
c. Maksim-Maksim Kesantunan
Tarigan (1990) via Rahardi (2003) telah menerjemahkan maksim-maksim di dalam prinsip kesantunan berbahasa yang disampaikan oleh Leech (1983) di atas secara berturut-turut sebagai berikut:
1. Maksim Kebijaksanaan
Kurangi kerugian orang lain
Tambahi keuntungan orang lain
2. Maksim Kedermawanan
Kurangi keuntungan diri sendiri
Tambahi pengorbanan diri sendiri
3. Maksim Penghargaan
Kurangi keuntungan diri sendiri
Tambahi pengorbanan diri sendiri
4. Maksim Kesederhanaan
Kurangi pujian pada diri sendiri
Tambahi cacian pada diri sendiri
5. Maksim Permufakatan
Kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain.
Tingkatkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain.
6. Maksim Simpati
Kurangi antipati antara dri sendiri dengan orang lain
Perbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain
(Tarigan, 1990: 82-83)
d. Prinsip Kesantunan
Menurut Rahardi (2006: 66) sedikitnya ada tiga macam skala pengukuran peringkat kesantunan yang sampai dengan saat ini banyak digunakan sebagai dasar acuan dalam penelitian kesantunan. Dalam prinsip kesantunan tiga skala pengukuran tersebut adalah
1. Skala kesantunan menurut Leech
2. Skala kesantunan menurut Brown and Levinson
3. Skala kesantunan menurut Robin Lakoff.
e. Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif
Menurut Rahardi (2006: 118) kesantunan linguistik tuturan Imperatif dalam bahasa Indonesia mencakup empat hal yaitu:
1. Panjang-pendek tuturan
2. Urutan tuturan
3. Intonasi tuturan dan isyarat-isyarat kinesik
4. Pemakaian ungkapan penanda kesantunan
f. Kesantunan Kalimat
Ninik dalam bukunya yang berjudul Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berfikir (2007:142) mengatakan bahwa ada beberapa hal yang membuat sebuah kalimat menjadi santun. Diantaranya adalah:
1. Kehematan
Gagasan yang tercantum dalam kalimat sering kali tidak tersampaikan karena penggunaan kata yang boros. Sehingga semakin hemat kita memakai kata akan semakin santun.
2. Kecermatan
Prinsip berarti cermat dan tepat menggunakan diksi. Agar tercapai kecermatan dan ketepatan diksi. Yang perlu dihindari adalah penanggalan awalan, peluluhan bunyi /c/, bunyi /s/, /p/, /t/, dan /k/ yang idak luluh, dan hindari pemakaian kata ambiggu.
3. Kesejajaran
Agar kalimat terlihat rapi dan bermakna sama, kesejajaran dalam kalimat diperlukan. Kesejajaran adalah penggunaan bentuk-bentuk yang sama pada kata-kata yang berpararael.
4. Keharmonisan
Keharmonisan adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang menggungkapkan pikiran secara utuh, memiliki unsur gramatikal terdapat subjek dan predikat, serta memiliki kesenyapan. Keharmonisan kalimat artinya setiap kalimat yang kita buat harus harmonis antara pola berfikir dan struktur bahasa.
5. Kelogisan
Kelogisan berhubungan dengan bernalar atau tidaknya sebuah kalimat. Kelogisan bisa terjadi karena isi kalimat atau struktur kalimat yang dibangun.
g. Penentu Kesantunan
a. Faktor Penentu Kesantunan
Faktor kesantunan adalah segala hal yang dapat memengaruhi pemakaian bahasa menjadi santun atau tidak santun. Faktor kesantunan dari aspek kebahasaan dapat diidentifikasi sebagai berikut. Aspek penentu kesantunan dalam bahasa verbal lisan, antara lain aspek intonasi, aspek nada bicara, faktor pilihan kata, dan faktor struktur kalimat.
Dalam bahasa lisan, kesantunan juga dipengaruhi oleh faktor bahasa nonverbal, seperti gerak gerik anggota tubuh, kerlingan mata, gelengan kepala, acungan tanggan, kepalan tangan, tangan kerkacak pinggang, dan sebagainya. Faktor penentu kesantunan yang dapat diidentifikasi dari bahasa verbal tulis, seperti pilihan kata yang berkaitan dengan nilai rasa, panjang pendeknya struktur kalimat, ungkapan, gaya bahasa, dan sebagainya.
Faktor penentu kesantunan dari aspek nonkebahasaab berupa pranata sosial budaya masyarakat, pranata adat, seperti jarak bicara antara penutur dan mitra tutur dan sebagainya.
b. Faktor yang dapat Menggagalkan Komunikasi
Banyak faktor yang menyebabkan komunikasi dapat gagal, antara lain: (a) mitra tutur tidak memiliki informasi lama sebagai dasar memahami informasi baru yang disampaikan penutur, (b) mitra tutur tidak tertarik dengan isi informasi yang disampaikan penutur, (c) mitra tutur tidak berkenan dengan cara menyampaikan informasi si penututur, (d) apa yang diinginkan memang tidak ada atau tidak dimiliki oleh mitra tutur, (e) mitra tutur tidak memahami yang dimaksud oleh penutur, dan (f) jika menjawab pertanyaan, mitra tutur justru melanggar kode etik.
c. Faktor Kebahasaan sebagai Penanda Kesantuna
Faktor yang menentukan santun tidaknya pemakaian bahasa ditentukan oleh dua hal, yaitu faktor kebahasaan, dan faktor non-kebahasaa. Faktor kebahasaan yang dimaksud adalah segala unsur yang berkaitan dengan masalah bahasa, baik bahasa verbal maupun bahasa nonverbal. Faktor kebahasaan verbal yang dapat menentukan kesantunan dapat dideskripsikan sebagai berikut. (1) pemakaian diksi, (2) Pemakaian gaya bahasa (majas metafora, majas personifikasi, majas peribahasa, majas perumpamaan).
d. Faktor Nonkebahasaab sebagai Penentu Kesantunan
Ketikka orang berkomunikasi, penutur tidak hanya melibatkan faktor bahasa. Faktor-faktor nonkebahasaan juga ikut menentukan kesantunan. (1) topik pembicaraan, (2) konteks situasi komunikasi.
h. Indikator Kesantunan Berbahasa Indonesia
Indikator adalah penanda yang dapat dijadikan penentu apakah pemakaian bahasa Indonesia si penutur itu santun ataukah tidak. Penanda-penanda tersebut dapat berupa unsur kebahasaan maupun unsur nonkebahasaan.
1. Indikator Kesantunan Menurut Dell Hymes (1978)
(1) mengacu pada tempat dan waktu terjadinya komunikasi, (2) mengacu pada orang yang terlibat komunikasi, (3) mengacu pada tujuan yang ingin dicapai pada komunikasi, (4) mengacu pada bentuk dan pesan yang ingin disampaikan, (5) mengacu pada pelaksanaan percakapan, (6) mengacu pada norma prilaku partisipan dalam berkomunikasi, dan (7) mengacu pada ragam santai dan sebagainya.
2. IndikatorKesantunan Menurut Grace (2000)
Grace (2000: 362) menyatakan bahwa santun tidaknya pemakaian bahasa dapat ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut. (1) ketika berbicara harus mampu menjaga martabat mitra tutur agar tidak merasa dipermalukan, (2) ketika berkomunikasi tidak boleh mengaakan hal-hal yang kurang baik mengenai mitra tutur atau orang atau barang yang ada kaitannya dengan mitra tutur, (3) tidak boleh mengungkapkan rasa senang atas kemalangan mitra tutur, (4) tidak boleh menyatakan ketidaksetujuan dengan mitra tutur sehingga mitra tutur merasa jatuh harga dirinya, dan (5) tidak boleh memuji diri sendiri atau membanggakan nasib baik atau kelebihan diri sendiri.
3. Indikator Kesantunan Menurut Leech (1983)
Leech memandang prinsip kesantunan sebagai ”piranti” untuk menjelaskan mengapa penutur sering bertutur secara tidak langsung dalam mengungkapkan maksudnya (implikatur). Meski tidak mengunakna implikatur, tuturan dapat dikatakan santun, jika ditandai dengan hal-hal sebagai berikut. (1) tuturan dapat memberikan keuntungan kepada mitra tutur (maksim kebijaksanaan), (2) tuturan lebih baik menimbulkan kerugian pada penutur (maksim kedermawanan), (3) tuturan dapat memberikan pujian kepada mitra tutur (maksim pujian), (4) tturan tidak memuji diri sendiri (maksim kerendah hatian), (5) tuturan dapat memberikan persetujuan kepada mitra tutur (maksim kesetujuan), (6) tuturan dapat mengungkapkan rasa simpati terhadap yang dialami oleh mitra tutur (maksim simpati), dan (7) tuturan dapat mengungkapkan sebanyak-banyaknya rasa senang pada mitra tutur (maksim pertimbangan)
4. Indikator Kesantunan Menurut Pranowo
Indikator lain dikemukakan oleh Pranowo (2005) bahwa agar komunikasi dapat terasa santun, tuturan ditandai dengan hal-hal berikut. (1) perhatikan suasana perasaan mitra tutur (angon rasa), (2) pertemukan perasaan Anda dengan perasaan mitra tutur (angon rasa), (3) jagalah agar tuturan dapat diterima oleh mitra tutur (empan papan), (4) jagalah agar tuturan memperlihatkan rasa ketidakmampuan penutur dihadapan mitra tutur (sifat rendah hati), (5) jagalah agar tuturan memperlihatkan mitra tutur diposisii lebih tinggi 9sikap hormat), dan (6) jagalah agar tuturan selalu memperhatikan apa yang dikatakan kepada mitra tutur juga dirasakan oleh penutur (sikap tepa selira)
5. Implementasi Indikator Kesantunan dalam Pemakaian Bahasa
secara teoritis, semua orang harus berbahasa secara santun. Setiap orang wajib menjaga etika dalam berkomunikasi agar tujuan komunikasi dapat tercapai. Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi dan saat menggunakan bahasa juga harus memerhatikan kaidah-kaidah berbahasa baik kaidah linguistik maupun kaidah kesantunan agar tujuan berkomunikasi dapat tercapai.
6. Cara Menyampaikan Maksud
Bebrapa cara menyampaikan maksud agar tuturan dapat dikatakan santun dapat dijelaskan sebagai berikut. (1) rasa nrima (menerima keadaan seperti adanya), (2) sikap ngalah demi rasa solidaritas, (3) sikap ngalah demi rasa hormat, (4) sikap tenggang rasa, (5) sikap empan papan (menyesuaikan diri dengan waktu dan tempat).
i. Nilai-nilai Pendukung Kesantunan Berbahasa
Dalam berkomunikasi dengan santun, ada beberapa nilai-nilai etnis yang dapat diterima oleh seluruh atau sebagian besar masyarakat etnis lain dan dapat diserap untuk menumbuh kembangkan kesantunan berbahasa. Yaitu, (a) sikap rendah hati, (b) sikap empan papan, (c) sikap menjaga perasaan, (d) sikap mau berkorban, (e) sikap mawas diri. Dengan nilai-nilai ini diharapkan tercipta hubungan harmonis antar sesama.
j. Diksi atau Pilihan Kata
Pegertian diksi atau pilihan kata jauh lebih luas dari pada apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu. Menurut Keraf dalam bukunya yang berjudul Diksi dan Gaya Bahasa (1984:22-23), ada tiga kesimpulan utama mengenai diksi atau pilihan kata. Pertama, pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokkan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu.
k. Gaya Bahasa
1. Pengertian Gaya Bahasa
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin slilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Walaupun kata sytle berasal dari bahasa Latin, orang Yunani sudah mengembangkan sendiri teori-teori mengenai style itu. Ada dua aliran yang terkenal, yaitu: Aliran Platonik: menganggap syle sebagai kualitas suatu ungkapan ; menurut mereka ada ungkapan yang memiliki style, ada juga yang tidak memiliki style dan Aliran Aristoteles: menganggap bahwa gaya adalah suatu kualitas yang inheren, yang ada dalam tiap uangkapan.
Akhirnya style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa)
2. Sendi Gaya Bahasa
Syarat-syarat manakala yang diperlukan untuk membedakan suatu gaya bahasa yang baik dari gaya bahasa yang buruk. Dalam sebuah gaya bahasa mengandung tiga unsur yaitu: kejujuran, sopan santun, dan menarik.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Entri Populer
-
1. Menulis Paragraf Deskriptif Menulis paragraf deskriptif sebagai salah satu aspek kebahasaan sebenarnya sangat perlu dalam kehidupan se...
-
Standar Kompetensi : Mendengarkan 1. Memahami wacana lisan melalui kegiatan mendengarkan berita. Kompetensi Dasar : 1.1. Menyimpulkan isi b...
-
A. Santun Berbahasa Dalam buku Berbahasa Secara Santun (Pranowo: 2009) dibahasa mengenai kesantunan dalam berbahasa. Struktur bahasa yang sa...
-
"kita ada untuk saling melengkapi satu sama lain, sebenarnya tak ada satupun ciptaan Tuhan yang bisa hidup sendiri" Di sebuah ruan...
-
Di sebuah ruang baca ada seorang penulis yang sangat rajin menuangkan ide-idenya ke dalam kertas melalui goresan pena dengan kata-kata yang...
-
Suasa perkotaan yang ramai bukan hanya kerena penduduk aslinya juga karena banyaknya penduduk yang datang untuk berbagai hal. Hal itu menyeb...
-
Masa lalu, siapa yang tak punya masa lalu? Aku yakin semua memilikinya. Walaupun itu menyakitkan, menyedihkan, membingungkan, atau bahk...
-
Tubuhku bagai serpihan kaca Yang tak lagi utuh Jiwa dan ragaku tak lagi menyatu Dalam badanku Lukisan hidupku pudar Seiring pandang mata...
-
melihat negeriku pikiranku cenat-cenut seperti sakit gigi atau malah sakit hati pemimpin negeriku seperti tutup mata bermain sandiwara di s...
-
Seorang pria duduk di dalam sebuah mobil bersama dengan kekasihnya. pria itu berkata kepada sang kekasih "saya lapar ingin rasanya saya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar