Semua yang saia tulis adalah apa yang ada di dalam pikiran saia . . . menulis adalah luapan emosi saia, pelampiasan marah saia, dan penyegar bagi otak saia . . .
cari saja
home
WeLLcOme To My MiNd
BuKa.... LiHaT....BaCa.....
Minggu, 22 Mei 2011
Kisah Kertas dan Pena
"kita ada untuk saling melengkapi satu sama lain, sebenarnya tak ada satupun ciptaan Tuhan yang bisa hidup sendiri"
Di sebuah ruang baca ada seorang penulis yang sangat rajin menuangkan ide-idenya ke dalam kertas melalui goresan pena dengan kata-kata yang indah. Penulis itu mulai menulis pada waktu pagi hari hingga menjelang malam karena di malam hari penulis itu akan pergi beristirahat. Di dalam ruang baca itu tinggalah sekumpulan peralatan sekolah termasuk pena dan kertas. Di dalam ruang baca tersebut tidak pernah sekalipun terjadi kerusuhan antara pena, kertas, pensil, penghapus dan juga tipeX. Namun bermula dari ucapan kertas yang sombong menyalahkan si pena.
“ Hai pena jelek!!” panggil kertas marah.
Karena kertas mengatakannya dengan nada yang tinggi dan keras maka penapun membalas ucapan si kertas.
“ Apa kamu bilang? Aku jelek? Apa maksud ucapanmu?” Balas si pena.
“Apa kamu tahu pena? Aku sangat tidak suka jika kamu mengotori tubuhku yang putih dan bersih ini!!” sahut kertas semakin meninggi.
“ Asal kamu tahu ya kertas, aku juga tidak pernah sudi menumpahkan setiap cairan tinta yang aku punya ke tubuh bersihmu yang kau banggakan itu, dan ingat satu hal tanpa cairan tinta dariku tubuhmu tak akan berharga!!” Ucap pena ketus.
Mendengar pertengkaran itu penggaris yang bijaksana berkata
“Apa yang sebenarnya kalian permasalahkan? Bukankah kita hidup memang untuk saling melengkapi?” katanya.
Penghapus dan pensilpun ikut menjadi penengah di dalamnya, mereka berkata
“Ya, benar apa yang dikatakan oleh penggaris, kertas! seharusnya kamu berterimaksih terhadap si pena karena tanpa cairan tintanya kamu tidak akan berharga, kamu hanya akan menjadi pajangan seperti barang tua yang tidak berguna”, kata penghapus.
“Benar pena juga seharusnya tidak bersikap seperti itu, karena jika tidak ada kertas, kemana lagi akan kamu tumpahkan cairan tintamu itu? jika kau biarkan saja cairan tintamu di dalam tubuhmu maka cairan itu akan membusuk dan kamupun takkan berguna,” kata pensil.
Keadaan semakin tak karuan dimana kumpulan pena mulai terus bersikap acuh terhadap si kertas begitu juga sebaliknya. Ruangan yang tadinya sangat tenang menjadi sangat tegang karena tak ada yang mau mengalah antara kubu pena dan juga kubu kertas.
Hingga akhirnya kursi dan mejapun ikut mengeluarkan pendapatnya.
“Bukankah kita hidup di ruangan seperti ini sudah sangat menyenangkan? berkumpul bersama, saling memanfaatkan, dan saling berbagi, lalu mengapa kalian masih saja meributkan hal-hal yang tak berguna seperti itu?” tanya kursi.
“Benar apa yang dikatakan kursi sebaiknya kita saling memanfaatkan dan menerima bahwa memang beginilah takdir kita, harus saling berkorban karena hanya dengan itulah kita dapat menjadi berharga dan barguna bagi manusia!” kata meja.
Suasana menjadi sedikit terasa tenang setelah mendengar ucapan dari yang ada di ruang baca tersebut.
Akhirnya si pena pun menyadari kesalahannya begitu juga si kertas. Mereka menyadari bahwa mereka ternyata begitu egois.
“Maaf ya pena, ternyata aku baru sadar memang benar apa yang teman-teman bilang tadi, mungkin aku tak akan berguna bila hanya di letakkan di atas rak buku yang nantinya akan berdebu. Mungkin aku akan sangat berguna bila aku mau memberikan tubuhku untuk cairan tinta si pena sehingga akupun tak akan berdebu dan akan tetap berguna”. Kata kertas menyesali perbuatannya tadi.
Tak kalah dengan kertas pena yang tadinya bersikap sangat keras dan kasar menjadi sangat tenang dan berbesar hati mengakui kesalahannya yang tadi dia lakukan.
“Ya aku juga mengaku salah, aku minta maaf sama kamu ya kertas tadi bicaraku terlalu berlebihan aku hanya emosi saja” kata pena menyesal.
“Tidak apa-apa, sama saja!hahahhahaaaaa.
“Akhirnya semuanya tenang kembali ya, berarti dah nggak akan ada lagi yang merasa dirinyalah yang paling berguna ok!kata penghapus dibarengi dengan senyuman.
Pada akhirnya semua yang ada di ruang baca tertawa bergembira.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Entri Populer
-
1. Menulis Paragraf Deskriptif Menulis paragraf deskriptif sebagai salah satu aspek kebahasaan sebenarnya sangat perlu dalam kehidupan se...
-
Standar Kompetensi : Mendengarkan 1. Memahami wacana lisan melalui kegiatan mendengarkan berita. Kompetensi Dasar : 1.1. Menyimpulkan isi b...
-
A. Santun Berbahasa Dalam buku Berbahasa Secara Santun (Pranowo: 2009) dibahasa mengenai kesantunan dalam berbahasa. Struktur bahasa yang sa...
-
"kita ada untuk saling melengkapi satu sama lain, sebenarnya tak ada satupun ciptaan Tuhan yang bisa hidup sendiri" Di sebuah ruan...
-
Di sebuah ruang baca ada seorang penulis yang sangat rajin menuangkan ide-idenya ke dalam kertas melalui goresan pena dengan kata-kata yang...
-
Suasa perkotaan yang ramai bukan hanya kerena penduduk aslinya juga karena banyaknya penduduk yang datang untuk berbagai hal. Hal itu menyeb...
-
Masa lalu, siapa yang tak punya masa lalu? Aku yakin semua memilikinya. Walaupun itu menyakitkan, menyedihkan, membingungkan, atau bahk...
-
Tubuhku bagai serpihan kaca Yang tak lagi utuh Jiwa dan ragaku tak lagi menyatu Dalam badanku Lukisan hidupku pudar Seiring pandang mata...
-
melihat negeriku pikiranku cenat-cenut seperti sakit gigi atau malah sakit hati pemimpin negeriku seperti tutup mata bermain sandiwara di s...
-
Seorang pria duduk di dalam sebuah mobil bersama dengan kekasihnya. pria itu berkata kepada sang kekasih "saya lapar ingin rasanya saya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar