cari saja

home

WeLLcOme To My MiNd

BuKa.... LiHaT....BaCa.....

Senin, 23 Mei 2011

(Pengalaman) Berdamai Dengan Masa Lalu


Masa lalu, siapa yang tak punya masa lalu? Aku yakin semua memilikinya. Walaupun itu menyakitkan, menyedihkan, membingungkan, atau bahkan sangat membahagiakan semua pasti punya masa lalu. Masa lalu adalah masa layaknya sebuah jalan yang mengantarkan kita pada masa sekarang, ya, saat ini. Tanpa masa lalu kita tidak akan ada di masa sekarang ini. Baik atau buruknya kenangan yang ada di masa lalu adalah sebuah jejak hidup yang akan terus ada selama kita masih hidup. Semakin hari kenangan dalam jejak-jejak itu akan semakin bertambah banyak dan bervariasi.

Adalah aku, Shelly. Seseorang yang pernah hampir tenggelam karena sebuah masa lalu yang seharusnya tak pernah aku alami. Kalau awalnya kamu perpikir bahwa kamulah satu-satunya orang yang merasa menyedihkan, sudah pasti kamu salah. Satu pengalaman dalam menemukan soundtrack hidup akan aku ceritakan di sini.

Kalau kamu bertanya siapa yang pernah diduakan dalam percintaan? Aku pernah. Siapa yang pernah cemburu dengan pacarnya? Aku pernah. Siapa yang pernah menangis karena diputuskan? Aku pernah. Siapa yang pernah disisihkan dalam keluarga? Aku pernah. Siapa yang pernah menyesal saat mengambil keputusan? Aku pernah. Siapa yang pernah terluka karena disakiti oleh pacar, sahabat, teman, saudara, dan orang lain? Aku pernah. Dan siapa yang pernah iri akan perlakuan orang tua kepada saudara kandung? Ya sudah pasti aku pernah.

Itulah sedikitnya rasa yang pernah aku rasakan dimasa lalu. Mungkin sebagian dari kalian juga pernah merasakannya bahkan sampai sekarang. Awalnya, rasa itu benar-benar membuatku tidak nyaman dan membuatku tertekan hingga takut untuk bersinggungan lagi dengan hal-hal yang berkaitan dengan rasa itu. Tapi, yakinlah semakin mencoba untuk dihindari akan semakin sering kita menjumpai rasa takut yang harusnya kita hadapi.

Hingga suatu hari aku sadar, menangis, diam, dan lari bukanlah jalan keluar dari masalah di masa lalu. Satu kalimat dan satu pengalaman hidup seseorang cukup membuatku berani menatap kedepan menyambut masa depanku dan berani berkata good bye yesterday. Satu kalimat yang pernah aku dengar adalah berdamailah dengan masa lalu. Sebelum aku megenal kalimat itu, rasa benci, dendam, marah, kecewa, takut, dan menyesal selalu ada dalam pikiranku saat ada hal yang berhubungan dengan masa laluku.

Tapi, setelah aku mengilhami kalimat itu rasanya ada yang berbeda. Kalimat itu seolah menghipnotisku dan mengantarkanku pada satu titik ketenangan. Kalimat itu menyadarkan aku bahwa sebenarnya pertanyaan-pertanyaan seperti di atas tak seharusnya ada saat ini. Jika, pertanyaan seperti itu masih aku utarakan di saat ini, itu berarti aku belum bisa berdamai dengan masa lalu dan sama artinya aku menyimpan dendam atau tak iklas atas apa yang terjadi. Karena biar bagaimanapun apa yang telah terjadi semua atas kehendak Tuhan dan kita harus iklas menerimanya.
Kalimat itu singkat tapi begitu banyak mengajarkanku akan arti keiklasan dan ketulusan. Kurang lebih dua tahun aku benar-benar mengenal kalimat itu dan akhirnya bisa berdamai dengan masa laluku. Dengan berdamai dengan masa lalu, kini aku merasa lebih tenang dan hidup dengan penuh kenyakinan. Dengan berdamai dengan masa lalu kini aku pun berani berkata aku pernah, tapi sekarang tidak. Dengan berdamai dengan masa lalu, aku bisa menjadikannya sebuah pelajaran yang menuntunku untuk mengukir kesuksesan dan tangisan kebahagian.

Salah satu masa lalu yang berhasil aku rangkul dan turut mengubah hidupku adalah pengalaman seseorang yang dulu pernah membuatku iri. Adalah Putu Resi Lestari, kakak perempuanku satu-satunya. Lahir pada tanggal 12 Juni 1985 silam di Pugung Raharjo, Lampung Timur. Sebelum aku mengenal kalimat itu, aku memandang kakakku layaknya seorang musuh. Dia sering memarahiku, mengejekku, dan bahkan memojokkanku di depan orang tua kami. Kenangan masa kecilku dengannya lebih banyak menyakitkan dibandingkan dengan keakraban antar saudara. Namun, setelah aku mengenal kalimat itu, aku mulai melihat sisi lain dari kakakku. Dia adalah sosok kakak yang tidak hanya bisa mengubah jalan hidupku tapi juga keluargaku. Pada awalnya, keluargaku adalah keluarga yang sederhana cukup jauh dari kata kaya. Bisa sekolah sampai SMA rasanya sangat luar biasa apalagi kuliah di Jogjakarta. Kami tinggal di sebuah rumah yang cukup sederhana, radio dan vespa butut adalah harta termahal yang dulu kami punya. Mungkin aku bisa menerimanya sebagai nasib yang diberikan Tuhan pada keluargaku, tapi tidak dengan kakakku. Dia percaya semua yang ada bisa diubah sesuai dengan keinginan kita jika kita selalu berusaha, berdoa dan bertahan/ tidak putus asa.

Sejak kecil kakakku sudah terlihat cerdas (setidaknya begitu kata ayah dan ibu) terbukti dengan dia selalu mendapatkan juara tiga besar selama SD, SMP, dan SMA. Karena kepandaian yang dia miliki itulah aku iri padanya. Keinginannya untuk berkeliling Indonesia bahkan ke luar negeri sempat membuatku tertawa dalam hati. Rasanya dengan kondisi keluarga yang seperti ini jangankan ke luar negeri, keluar daerah saja tidak mungkin.

Hanya bermodalkan keberanian, tekad, dan doa kakakku pergi kuliah ke Jogjakarta. Meski awalnya di tentang oleh keluarga karena mengingat dia seorang anak perempuan, pada akhirnya orangtua mengijinkannya. Pada tahun 2003 dia berhasil masuk ke perguruan tinggi swasta di Jogja. Mengingat tak mungkin hidup kos hanya mengandalkan kiriman dari orangtua, kakakku berusaha mencari pekerjaan paruh waktu. Di tengah perjalanannya kakakku sempat tak percaya diri, banyak hal yang membuatnya minder. Tapi, dengan bermodalkan “otak” dia akhirnya pekerja sebagai penyiar radio, MC, dan EO. Tak banyak penghasilan yang didapat tapi setidaknya dia tak pernah meminta uang bulanan terhadap ayahku. Kesibukan yang dijalaninnya tak juga mempengaruhi kuliahnya, terbukti dengan dia berhasil lulus dengan predikat cum lude dalam waktu kurang dari empat tahun.

Lulus dengan nilai yang sangat memuaskan dalam waktu yang singkat membuat beberapa perusahaan meliriknya. Meski sempat kurang percaya diri lantaran postur tubuh yang tak sebanding dengan yang lain, tapi akhirnya dia berhasil masuk ke sebuah perusahaan ternama di Indonesia.

Pengalaman kakakku adalah pengalaman yang nyata dalam kehidupanku. Melihat bagaimana dia berusaha dari merangkak hingga kini berjalan dengan pandangan jauh ke depan. Banyak keinginananya yang telah terwujud, mulai dari keluar kota, propinsi, pulau, bahkan telah berhasil ke luar negeri. Kalau dulu aku sempat tertawa dalam hati kini aku menangis karena bangga.

Secara perlahan semua kesuksesannya membuatku yakin aku juga bisa menjadi seperti dia. Membangkan orangtua dan menjadi penuntun bagi adik-adikku. Tepat pada tahun 2006aku mengikuti jejak kakakku untuk pergi kuliah di Jogjakarta. Pengalaman kakakku menjadi soundtrack hidupku yang begitu membuatku bersemangat. Kuliah dan bekerja paruh waktu juga pernah aku jalani. Akupun telah menikmati semua yang tak pernah ku nikmati bahkan terpikirkan olehku sebelumnya. Dan yang pasti, karena kakakku aku bisa menyelesaikan kuliahku. Karena itulah kenapa pengalaman kakakku juga menjadi soundtrack dalam perjalanan hidupku. Hanya saja hingga saat ini aku belum sempat memberikan sesuatu yang membuatnya bahagia dan juga ucapan terimakasih padanya.

Seperti kataku di atas, masa lalu adalah bagian dari cerita hidup kita. Tanpa masa lalu kita takkan bisa hidup di masa sekarang. Pengalaman kakakku adalah bagian dari perjalanan masa lalu yang meyakinkanku bahwa aku (kita) bisa menjadi dan meraih cita-cita yang kita inginkan meski dalam kondisi yang kita anggap tidak memungkinkan sekalipun. Segala keterbatasan dan masa lalu yang ada sebenarnya bisa menjadi pelajaran dan batu loncatan untuk menjadi lebih baik dari yang pernah ada. “aku percaya aku bisa, maka aku pasti akan bisa”

Dilema


Aku ragu
Harus bangga atau malu
Pada bangsa yang melahirkanku
Jauh di gubuk yang beratap kayu

Jika dulu aku berseru
Jayalah indonesiaku
Kini kata itu enggan terulang lagi
Terganti kata anti korupsi

Aku tinggal di desa
Jauh dari aroma persaingan kota
Bukan karena itu aku hanya diam saja
Melihat bangsaku porak-poranda

Aku hanya rakyat biasa
Tak berani menggangkat muka
Bila salah kata kepada negara kena pidana
Salah negara kepada rakyat hanya biasa

Pemimpinku seperti orang buta
Tak melihat rakyat yang terluka
Hanya asik di singgasana
Tanpa ingat dari mana asalnya


Aku ragu
Harus bangga atau malu
Bangsa yang dulu diperjuangkan
Kini justru hampir tenggelam karena uang

Kembalikan Indonesiaku
Yang dulu damai bersatu
Kembalikan bangsa ini
Tanpa ada korupsi dan terus demokrasi

Minggu, 22 Mei 2011

Kisah Kertas dan Pena


"kita ada untuk saling melengkapi satu sama lain, sebenarnya tak ada satupun ciptaan Tuhan yang bisa hidup sendiri"



Di sebuah ruang baca ada seorang penulis yang sangat rajin menuangkan ide-idenya ke dalam kertas melalui goresan pena dengan kata-kata yang indah. Penulis itu mulai menulis pada waktu pagi hari hingga menjelang malam karena di malam hari penulis itu akan pergi beristirahat. Di dalam ruang baca itu tinggalah sekumpulan peralatan sekolah termasuk pena dan kertas. Di dalam ruang baca tersebut tidak pernah sekalipun terjadi kerusuhan antara pena, kertas, pensil, penghapus dan juga tipeX. Namun bermula dari ucapan kertas yang sombong menyalahkan si pena.
“ Hai pena jelek!!” panggil kertas marah.
Karena kertas mengatakannya dengan nada yang tinggi dan keras maka penapun membalas ucapan si kertas.
“ Apa kamu bilang? Aku jelek? Apa maksud ucapanmu?” Balas si pena.
“Apa kamu tahu pena? Aku sangat tidak suka jika kamu mengotori tubuhku yang putih dan bersih ini!!” sahut kertas semakin meninggi.
“ Asal kamu tahu ya kertas, aku juga tidak pernah sudi menumpahkan setiap cairan tinta yang aku punya ke tubuh bersihmu yang kau banggakan itu, dan ingat satu hal tanpa cairan tinta dariku tubuhmu tak akan berharga!!” Ucap pena ketus.
Mendengar pertengkaran itu penggaris yang bijaksana berkata
“Apa yang sebenarnya kalian permasalahkan? Bukankah kita hidup memang untuk saling melengkapi?” katanya.
Penghapus dan pensilpun ikut menjadi penengah di dalamnya, mereka berkata
“Ya, benar apa yang dikatakan oleh penggaris, kertas! seharusnya kamu berterimaksih terhadap si pena karena tanpa cairan tintanya kamu tidak akan berharga, kamu hanya akan menjadi pajangan seperti barang tua yang tidak berguna”, kata penghapus.
“Benar pena juga seharusnya tidak bersikap seperti itu, karena jika tidak ada kertas, kemana lagi akan kamu tumpahkan cairan tintamu itu? jika kau biarkan saja cairan tintamu di dalam tubuhmu maka cairan itu akan membusuk dan kamupun takkan berguna,” kata pensil.
Keadaan semakin tak karuan dimana kumpulan pena mulai terus bersikap acuh terhadap si kertas begitu juga sebaliknya. Ruangan yang tadinya sangat tenang menjadi sangat tegang karena tak ada yang mau mengalah antara kubu pena dan juga kubu kertas.
Hingga akhirnya kursi dan mejapun ikut mengeluarkan pendapatnya.
“Bukankah kita hidup di ruangan seperti ini sudah sangat menyenangkan? berkumpul bersama, saling memanfaatkan, dan saling berbagi, lalu mengapa kalian masih saja meributkan hal-hal yang tak berguna seperti itu?” tanya kursi.
“Benar apa yang dikatakan kursi sebaiknya kita saling memanfaatkan dan menerima bahwa memang beginilah takdir kita, harus saling berkorban karena hanya dengan itulah kita dapat menjadi berharga dan barguna bagi manusia!” kata meja.
Suasana menjadi sedikit terasa tenang setelah mendengar ucapan dari yang ada di ruang baca tersebut.
Akhirnya si pena pun menyadari kesalahannya begitu juga si kertas. Mereka menyadari bahwa mereka ternyata begitu egois.
“Maaf ya pena, ternyata aku baru sadar memang benar apa yang teman-teman bilang tadi, mungkin aku tak akan berguna bila hanya di letakkan di atas rak buku yang nantinya akan berdebu. Mungkin aku akan sangat berguna bila aku mau memberikan tubuhku untuk cairan tinta si pena sehingga akupun tak akan berdebu dan akan tetap berguna”. Kata kertas menyesali perbuatannya tadi.
Tak kalah dengan kertas pena yang tadinya bersikap sangat keras dan kasar menjadi sangat tenang dan berbesar hati mengakui kesalahannya yang tadi dia lakukan.
“Ya aku juga mengaku salah, aku minta maaf sama kamu ya kertas tadi bicaraku terlalu berlebihan aku hanya emosi saja” kata pena menyesal.
“Tidak apa-apa, sama saja!hahahhahaaaaa.
“Akhirnya semuanya tenang kembali ya, berarti dah nggak akan ada lagi yang merasa dirinyalah yang paling berguna ok!kata penghapus dibarengi dengan senyuman.
Pada akhirnya semua yang ada di ruang baca tertawa bergembira.

Entri Populer